Rabu, 15 Desember 2010

tugas jawaban post test

tugas jawaban post test
1.E 2.E3.D 4.E 5.E 6.A 7.E 8.D 9.A 10.D 11.B 12.A 13.A 14.E 15.B 16.B 17.C 18.D 19.D 20.E 21.B 22.E 23.E 24.E 25.C 26.E 27.C 28.E 29.E 30.E
Informed consent
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.
SAAT UNTUK MEMBERIKAN INFORMASI
Setelah hubungan dokter pasien terbentuk, dokter memiliki kewajiban untuk memberitahukan pasien mengenai kondisinya; diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, terapi, risiko, alternatif, prognosis dan harapan. Dokter seharusnya tidak mengurangi materi informasi atau memaksa pasien untuk segera memberi keputusan. Informasi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.Add content to your paragraph here.
ELEMEN-ELEMEN INFORMED CONCENT
Suatu informed consent harus meliputi :
1. Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai tindakan, terapi dan penyakitnya
2. Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan seberapa besar kemungkinan keberhasilannya
3. Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan akibat apabila penyakit tidak diobati
4. Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau menolak terapi
Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat atau tindakan pemeriksaan dan operasi yang dilakukan
RUANG LINGKUP PEMBERIAN INFORMASI
Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan medis pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab orang lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien.
Di Florida dinyatakan bahwa setiap orang dewasa yang kompeten memiliki hak dasar menentukan tindakan medis atas dirinya termasuk pelaksanaan dan penghentian pengobatan yang bersifat memperpanjang nyawa. Beberapa pengadilan membolehkan dokter untuk tidak memberitahukan diagnosis pada beberapa keadaan. Dalam mempertimbangkan perlu tidaknya mengungkapkan diagnosis penyakit yang berat, faktor emosional pasien harus dipertimbangkan terutama kemungkinan bahwa pengungkapan tersebut dapat mengancam kemungkinan pulihnya pasien.
Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya penyakit tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah dilakukan inkonklusif.
HAL-HAL YANG DI INFORMASIKAN
Hasil Pemeriksaan
Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Misalnya perubahan keganasan pada hasil Pap smear. Apabila infomasi sudah diberikan, maka keputusan selanjutnya berada di tangan pasien.
Risiko
Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi alergi idiosinkratik dan kematian yang tak terduga akibat pengobatan selama ini jarang diungkapkan dokter. Sebagian kalangan berpendapat bahwa kemungkinan tersebut juga harus diberitahu pada pasien. Jika seorang dokter mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko dan terdapat alternatif pengobatan lain yang lebih aman, ia harus memberitahukannya pada pasien. Jika seorang dokter tidak yakin pada kemampuannya untuk melakukan suatu prosedur terapi dan terdapat dokter lain yang dapat melakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien.
Alternatif
Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi. Ia harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang ditimbulkan dari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi hipertiroidisme. Terdapat tiga pilihan terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan subtotal tiroidektomi. Dokter harus menjelaskan prosedur, keberhasilan dan kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.
Rujukan/ konsultasi
Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-pasien tertentu. Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk saat ia merasa tidak mampu melaksanakan terapi karena keterbatasan kemampuannya dan ia mengetahui adanya dokter lain yang dapat menangani pasien tersebut lebih baik darinya.
Prognosis
Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele, ketidaknyamanan, biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa yang terjadi dengan mereka. Semua ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang dapat diduga oleh dokter. Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian dari informed consent.
Standar Pengungkapan Yang Dikembangkan Oleh Pengadilan
Dua pendekatan diadaptasi oleh pengadilan dalam menggambarkan lapangan kewajiban pengungkapan seorang dokter - standar pengungkapan profesional, standar pengungkapan umum, atau standar pasien secara layak.
Di bawah standar pengungkapan profesional, tugas dokter untuk membuka rahasia diatur oleh standar pelaku medis, dilakukan di dalam lingkungan yang sama atau serupa. Standar pengungkapan ini yang diatur seterusnya baik oleh undang-undang maupun hukum umum pada mayoritas peraturan Amerika Serikat menetapkan bahwa seorang dokter harus memberi informasi sesuai dengan pelayanan kedokteran terkini. Banyak pengadilan telah menegakkan standar pelaksana medis dalam komunitas yang sama atau serupa, di bawah lingkungan yang sama atau serupa. Jika seorang dokter bertugas untuk mengungkapkan suatu fakta dan jika begitu, fakta apa yang wajib diberitahukan bergantung pada yang biasa dilakukan pada komunitas setempat.
Standar pengungkapan umum atau standar pasien secara layak, yang ditetapkan seterusnya oleh undang-undang atau hukum umum dalam peraturan minoritas yang bermakna, membebankan tugas pada dokter untuk memberitahu setiap informasi yang akan bergantung pada proses pembuatan keputusan oleh pasien. Hal ini berbeda-beda sesuai kemampuan pasien untuk memahaminya. Bahkan dalam pengakuan medis ahli yang mendukung, seseorang dapat saja melanggar standar pengungkapan yang seharusnya dalam peraturan ini jika juri berkesimpulan bahwa informasi spesifik yang tidak diberitahukan akan berpengaruh bermakna terhadap keputusan pasien apakah akan menjalani terapi tertentu atau tidak. Standar umum membiarkan juri untuk memutuskan apakah dokter memberikan informasi yang cukup pada pasien untuk membuat pilihan terhadap tatalaksana, sedangkan standar profesional membiarkan dokter untuk menunjukkan apakah ia memberikan informasi yang cukup sesuai standar pelayanan medis dalam komunitas tersebut. Perkembangan terkini adalah pengadilan yang mengadaptasi bentuk standar umum.
Sekali telah ditegakkan, baik oleh standar profesional atau umum, bahwa pasien tidak menerima informasi yang biasanya dibutuhkan untuk membuat pilihan bijak mengenai apakah akan menolak atau menyetujui terapi, pengadilan akan memperhatikan materi dari informasi yang kurang tersebut; yaitu akankah seseorang menolak atau menyetujui jika berada dalam lingkungan yang sama atau serupa. Dengan kata lain, apakah kurangnya informasi menyebabkan kecacatan/kerugian yang memang sudah diduga atau akankah pasien tetap menyetujuinya dalam keadaan apapun. Tergantung dari peraturan yang terlibat, pengadilan telah menetapkan satu dari dua standar yaitu standar objektf (juri memutuskan apakah pasien dalam keadaan serupa akan menolak terapi) atau standar subyektif (juri memutuskan apakah pasien yang sebenarnya akan menolak terapi). Kebanyakan peraturan mengikuti standar objektif.
SIAPA YANG MENGUNGKAPKAN
Siapa yang bertanggungjawab untuk mendapatkan informed consent pasien - pengadilan umumnya telah menempatkan tugas ini pada dokter yang didatangi pasien pada waktu ada pertanyaan. Pengadilan umumnya mengenali bahwa dokter, bukan perawat atau paramedis lainnya, berkemampuan untuk mendiskusikan tatalaksana dan penanganannya. Perawat atau paramedis lainnya mungkin hanya penambah atau pelengkap informasi spesifik dari dokter dengan informasi umum tergantung situasi pasien. Dokter, selain dari dokter pertama pasien, memiliki kewajiban yang independen untuk memberi informasi mengenai risiko, keuntungan, dan alternatif pilihan yang ditujukan padanya.
Pengadilan sangat jelas dalam opini tertulisnya bahwa tanggung jawab untuk memperoleh informed consent dari pasien tetap dengan dokter dan tidak dapat didelegasikan. Dokter dapat mendelegasikan otoritasnya (wewenangnya) untuk memperoleh informed consent kepada dokter lain namun tidak dapat mendelegasikan tanggung-jawabnya untuk mendapatkan informed consent yang tepat.
PERANAN RUMAH SAKIT
Pertanyaan yang sering muncul, terutama dari dokter yang berpraktek di rumah sakit adalah ”Apakah rumah sakit memiliki tanggung jawab untuk menjamin bahwa pasien menerima informasi yang cukup meskipun pengadilan telah menempatkan tugas primer kepada dokter?”
Dalam teori respondeat superior, manajer rumah sakit dapat ditahan dengan dokter pegawai rumah sakit yang lalai untuk memperoleh informed consent yang dapat menimbulkan kecacatan dan kegawatan pada pasien. Kebijakan rumah sakit harus mengatur mengenai bagaimana informed consent diperoleh. Perawat atau petugas rumah sakit lainnya harus menunda terapi yang sudah direncanakan dokter jika persetujuan yang sebelumnya sudah diberikan ditarik kembali oleh pasien, sehingga dokter dapat mengklarifikasi kembali keputusan pasien. Pengadilan cenderung untuk menjatuhkan kewajiban yang lebih ketat kepada rumah sakit untuk memastikan bahwa dokter memperoleh persetujuan/penolakan sebelum melakukan tindakan.
BENTUK PERSETUJUAN/PENOLAKAN
Rumah sakit memiliki tugas untuk menjamin bahwa informed consent sudah didapat. Istilah untuk kelalaian rumah sakit tersebut yaitu ”fraudulent concealment”. Pasien yang akan menjalani operasi mendapat penjelasan dari seorang dokter bedah namun dioperasi oleh dokter lain dapat saja menuntut malpraktik dokter yang tidak mengoperasi karena kurangnya informed consent dan dapat menuntut dokter yang mengoperasi untuk kelanjutannya.
Bentuk persetujuan tidaklah penting namun dapat membantu dalam persidangan bahwa persetujuan diperoleh. Persetujuan tersebut harus berdasarkan semua elemen dari informed consent yang benar yaitu pengetahuan, sukarela dan kompetensi.
Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan bentuk persetujuan yang merangkum semua informasi dan juga rekaman permanen, biasanya dalam rekam medis pasien. Format tersebut bervariasi sesuai dengan terapi dan tindakan yang akan diberikan. Saksi tidak dibutuhkan, namun saksi merupakan bukti bahwa telah dilakukan informed consent. Informed consent sebaiknya dibuat dengan dokumentasi naratif yang akurat oleh dokter yang bersangkutan.

OTORITAS UNTUK MEMBERIKAN PERSETUJUAN
Seorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui terapi yang direncanakan. Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaan dan tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapat memberikan informed consent yang sah. Sebagai akibatnya, persetujuan diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama pasien. Ketika pengadilan telah memutuskan bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadap pasien.
Persetujuan pengganti ini menimbulkan beberapa masalah. Otoritas seseorang terhadap persetujuan pengobatan bagi pasien inkompeten termasuk hak untuk menolak perawatan tersebut. Pengadilan telah membatasi hak penolakan ini untuk kasus dengan alasan yang tidak rasional. Pada kasus tersebut, pihak dokter atau rumah sakit dapat memperlakukan kasus sebagai keadaan gawat darurat dan memohon pada pengadilan untuk melakukan perawatan yang diperlukan. Jika tidak cukup waktu untuk memohon pada pengadilan, dokter dapat berkonsultasi dengan satu atau beberapa sejawatnya.
Jika keluarga dekat pasien tidak setuju dengan perawatan yang direncanakan atau jika pasien, meskipun inkompeten, mengambil posisi berlawanan dengan keinginan keluarga, maka dokter perlu berhati-hati. Terdapat beberapa indikasi dimana pengadilan akan mempertimbangkan keinginan pasien, meskipun pasien tidak mampu untuk memberikan persetujuan yang sah. Pada kebanyakan kasus, terapi sebaiknya segera dilakukan (1) jika keluarga dekat setuju, (2) jika memang secara medis perlu penatalaksanaan segera, (3) jika tidak ada dilarang undang-undang.
Cara terbaik untuk menghindari risiko hukum dari persetujuan pengganti bagi pasien dewasa inkompeten adalah dengan membawa masalah ini ke pengadilan.

KEMAMPUAN MEMBERIKAN PERIJINAN
Perijinan harus diberikan oleh pasien yang secara fisik dan psikis mampu memahami informasi yang diberikan oleh dokter selama komunikasi dan mampu membuat keputusan terkait dengan terapi yang akan diberikan. Pasien yang menolak diagnosis atau tatalaksana tidak menggambarkan kemampuan psikis yang kurang. Paksaan tidak boleh digunakan dalam usaha persuasif. Pasien seperti itu membutuhkan wali biasanya dari keluarga terdekat atau yang ditunjuk pengadilan untuk memberikan persetujuan pengganti.
Jika tidak ada wali yang ditunjuk pengadilan, pihak ketiga dapat diberi kuasa untuk bertindak atas nama pokok-pokok kekuasaan tertulis dari pengacara. Jika tidak ada wali bagi pasien inkompeten yang sebelumnya telah ditunjuk oleh pengadilan, keputusan dokter untuk memperoleh informed consent diagnosis dan tatalaksana kasus bukan kegawatdaruratan dari keluarga atau dari pihak yang ditunjuk pengadilan tergantung kebijakan rumah sakit. Pada keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat diantara anggota keluarga terhadap perawatan pasien atau keluarga yang tidak dekat secara emosional atau bertempat tinggal jauh, maka dianjurkan menggunakan laporan legal dan formal untuk menentukan siapa yang dapat memberikan perijinan bagi pasien inkompeten.

Pengecualian terhadap materi pemberitahuan
Terdapat empat pengecualian yang dikenal secara umum terhadap tugas dokter untuk membuat pemberitahuan meskipun keempatnya tidak selalu ada.
Pertama, seorang dokter dapat saja dalam pandangan profesionalnya menyimpulkan bahwa pemberitahuan memiliki ancaman kerugian terhadap pasien yang memang dikontradiinkasikan dari sudut pandang medis. Hal ini dikenal sebagai ”keistimewaan terapetik” atau ”kebijaksanaan profesional”. Dokter dapat memilih untuk menggunakan kebijaksanaan profesional terapetik untuk menjaga fakta medis pasien atau walinya ketika dokter meyakini bahwa pemberitahuan akan membahayakan atau merugikan pasien. Tergantung situasinya, dokter boleh namun tidak perlu membuka informasi ini kepada keluarga dekat yang diketahui.
Kedua, pasien yang kompeten dapat meminta untuk tidak diberitahu. Pasien dapat melepaskan haknya untuk membuat informed consent.
Ketiga, dokter berhak untuk tidak menyarankan pasien mengenai masalah yang diketahui umum atau jika pasien memiliki pengetahuan aktual, terutama berdasarkan pengalaman di masa lampau.
Keempat, tidak ada keharusan untuk memberitahu pada kasus kegawatdaruratan dimana pasien tidak sadar atau tidak mampu memberikan persetujuan sah dan bahaya gagal pengobatan sangat nyata.
Kasus Kegawatdaruratan dan Informed Consent
Umumnya, hukum melibatkan persetujuan pasien selama keadaan gawat darurat. Pengadilan biasanya menunda pada keadaan-keadaan yang membutuhkan penanganan segera untuk perlindungan nyawa atau kesehatan pasien karena tidak memungkinkan untuk memperoleh persetujuan baik dari pasiennya maupun orang lain yang memegang otoritas atas nama pasien. Pengadilan mengasumsikan bahwa seorang dewasa yang kompeten, sadar, dan tenang akan memberikan persetujuan untuk penanganan menyelamatkan nyawa. Penting untuk didokumentasikan keadaan yang terjadi saat gawat darurat. Pada keadaan tersebut, dokter harus mencatat hal-hal berikut ini : 1) penanganan untuk kepentingan pasien, 2) terdapat situasi gawat darurat, 3) keadaan tidak memungkinkan untuk mendapatkan persetujuan dari pasien atau dari orang lain yang memegang otoritas atas nama pasien.
Kenyataan bahwa tatalaksana yang diberikan mungkin memang disarankan secara medis atau mungkin akan berguna di waktu mendatang tidaklah cukup untuk melakukannya tanpa persetujuan. Jika dokter tidak yakin apakah kondisi pasien betul-betul membutuhkan tindakan segera tanpa persetujuan, maka dokter tersebut perlu melakukan konfirmasi dengan sejawatnya.
Peraturan umum terkait persetujuan penanganan keadaan gawat darurat pada seorang anak sama saja dengan orang dewasa. Pengadilan biasanya menunda menyetujui dokter yang mengobati pasien anak “dewasa muda” (di atas 15 tahun) yang sudah dapat memberi persetujuan penanganan keadaan gawat darurat terhadap dirinya. Namun, tetap perlu diperhatikan untuk membuat informed consent dengan menghubungi orang tua pasien atau orang lain yang bertanggung jawab atas pasien tersebut.

Selasa, 14 Desember 2010

Kuantitas versus kualitas hidup

Kuantitas versus kualitas hidup
Kuantitas versus kualitas hidup
cONTOH 1
Seorang nenek tua yang menderita berbagai penyakit kronis telah menolak makan dan minum di rumahnya dan tidak mau minum obat yang dianjurkan perawat puskesmas dengan alasan supaya cepat meninggal daripada tersiksa. Anak perempuan pun mendukung agar sang nenek tidak dirawat di puskesmas. Beberapa hari kemudian nenek tersebut meninggal .
Notes : Kuantitas hidup buruk karena nenek tidak diberi pelayanan kesehatan karena pihak keluarga tidak menyetujuinya. Kualitas hidup juga buruk karena kesehatan nenek berujung pada kematian.

cONTOH 2
Seorang suami yang kecelakaan dan mengalami luka parah serta koma , namun dia tidak diberikan pelayanan kesehatan di puskesmas. Tapi karena sang istri selalu mendoakannya kepeada tuhan tulus. Akhirnya sang suami bisa sadar dari komanya,dan bisa sembuh seperti semula.
Notes : Kuantitas hidup buruk karena si suami tidak dberi pelayanan kesehatan dengan baik. Namun kualitas hidup baik karena sang suami masih bisa sembuh berkat doa sang istri yang tulus

MASALAH ETIKA MORAL DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN PENGERTIAN ETIKA MORAL

MASALAH ETIKA MORAL DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN
PENGERTIAN ETIKA MORAL

Etika adalah ilmu ttg kesusilaan yg bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yg melibatkan aturan atau prinsip yg menentukan tingkah laku
yang benar.
Moral adalah perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yg merupakan “standar perilaku” dan “nilai” yang harus diperhatikan bila seseorang menjadi anggota masyarakat tempat ia tinggal.

Etiket atau adat merupakan sesuatu yang dikenal, diketahui, diulang serta
menjadi suatu kebiasaan di dalam suatu masyarakat baik berupa kata- kata maupun bentuk perbuatan yang nyata.

Etika, moral dan etiket sulit dibedakan, hanya dapat dilihat bahwa etika lebih
dititikberatkan pada aturan, prinsip yang melandasi perilaku yang mendasar dan mendekati aturan, hukum dan undang2 yang membedakan benar atau salah secara
moralitas


nilai-nilai moral yang ada dalam kode etik keperawatan Indonesia (2000), diantaranya:
1.Menghargai hak klien sebagai individu yg bermartabat dan unik
2.Menghormati nilai-nilai yang diyakini klien
3.Bertanggung jawab terhadap klien
4.confidentiality

Metoda pendekatan pembahasan masalah etika

Dari Ladd J (1978), dikutip oleh Freld(1990) menyatakan ada empat metoda utama membahas masalah etika:
1.Otoritas
2.Consensum hominum
3.Pendekatan intuisi atau self evidence
4.Metode argumentasi

Penjelasan
1.Metode otoritas

Menyatakan bahwa dasar setiap tindakan atau keputusan adalah otoritas. Otoritas dapat berasal dari manusia atau kepercayaan supernatural, kelompok manusia, atau suatu institusi seperti majelis ulama, dewan gereja atau pemerintah.

2.Metode Consensum Hominum

Menggunakan pendekatan berdasarkan persetujuan masyarakat luas atau sekelompok manusia yang terlibat dalam pengkajian suatu masalah.Segala sesuatu yang diyakini bijak dan secara etika dapat diterima, dimasukkan dalam keyakinan.


3.Metode Pendekatan Intuisi/Self-evidence

Metode ini dinyatakan oleh para ahli filsafat berdasarkan pada apa yang mereka kenal sebagai konsep teknik intuisi.Metode ini terbatas hanya pada orang- orang yang mempunyai intuisi tajam


4.Metode Argumentasi atau Metode Sokratik

Menggunakan pendekatan dengan mengajukan pertanyaan atau mencari jawaban dengan alasan yang tepat.Metode ini digunakan untuk memahami fenomena etika


Masalah Etika Keperawatan

Bandman (1990) menjelaskan bahwa masalah etika keperawatan pada dasarnya terdiri atas lima jenis. Kelima masalah tersebut akan diuraikan dl rangka perawat
“mempertimbangkan prinsip etika yang bertentangan”.


Lima masalah dasar etika keperawatan
1.Kuantitas versus kualitas hidup
2.Kebebasan versus penanganan dan pencegahan bahaya
3.Berkata jujur versus berkata bohong
4.Keinginan terhadap pengetahuan yg bertentangan dg falsafah, agama, politik, ekonomi, dan ideologi
5.Terapi ilmiah konvensional versus terapi tidak ilmiah dan coba-coba


Lima faktor yang harus diertimbangkan dalam penanganan masalah etika

1.Pernyataan dari klien yg pernah diucapkan kpd anggota keluarga, teman2nya dan petugas kesehatan
2.Agama dan kepercayaan klien
3.Pengaruh terhadap anggota klg klien
4.Kemungkinan akibat sampingan yang tidak dikehendaki
5.Prognosis dengan atau tanpa pengobatan

Lima masalah dasar etika keperawatan yg berhubungan dg “pertimbangan prinsip
etika yg bertentangan”.
Penjelasan
1.Kuantitas versus kualitas hidup
Contoh: Seorang ibu meminta perawat untuk melepas semua selang yg diapsang pada anaknya yg telah koma delapan hari. Keadaan seperti ini, perawat menghadapi masalah
posisinya dalam menentukankeputusan secara moral


2.Kebebasan versus penanganan dan pencegahan bahaya
Contoh adalah seorang klien berusia lanjut yang menolak untuk mengenakan sabuk pengaman waktu berjalan, ia ingin berjalan dengan bebas. Pada situasi ini perawat menghadapi masalah upaya menjaga keselamatan klien yang bertentangan dengan
kebebasan klien

3Berkata jujur versus berkata bohong
Contoh: seorang perawat yg mendapati teman kerjanya menggunakan narkotika.
Dalam posisi ini perawat tersebut berada dalam pilihan apakah akan mengatakan hal ini secara terbuka atau diam karena diancam akan dibuka rahasia yg dimilikinya bila
melaporkan pada orang lain

4.Keinginan tarhadap pengetahuan yg bertentangan dg falsafah agama, politik, ekonomi dan ideologi

a.Beberapa masalah yg dapat diangkat sebagai contoh seorang klien memilih
ke dukun daripada ke dokter.
b.Kampanye anti rokok demi keselamatan bertentangan dengan kebijakan
ekonomi
c.Alokasi dana untuk kepentingan militer lebih besar daripada untuk
kepentingan kesehatan

5.Terapi ilmiah konvensional versus terapi tidak ilmiah dan coba-coba

Hampir semua suku bangsa di Indonesia memiliki praktek terapi konvensional yang masih dianggap sebagai tindakan yang dapat dipercaya.

Secara ilmiah tindakan tsb sulit dibuktikan kebenarannya, namun sebagian masyarakat
mempercayainya.

Teori-teori Keperawatan

TEORI TEORI KEPERAWATAN
BAB I
Teori-teori Keperawatan

A.

Latar Belakang
Keperawatan sebagai bagian integral pelayanan kesehatan merupakan suatu bentuk pelayanan professional yang didasarkan pada ilmu keperawatan. Pada perkembangannya ilmu keperawatan selalu mengikuti perkembangan ilmu lain, mengingat ilmu keperawatan

merupakan ilmu terapan yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Demikian juga dengan pelayanan keperawatan di Indonesia, kedepan diharapkan harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat serta teknologi bidang kesehatan yang senantiasa berkembang. Pelaksanaan asuhan keperawatan di sebagian besar rumah sakit Indonesia umumnya telah menerapkan pendekatan ilmiah melalui proses keperawatan. Profesi keperawatan adalah profesi yang unik dan kompleks. Dalam melaksanakan prakteknya, perawat harus mengacu pada model konsep dan teori keperawatan yang sudah dimunculkan. Konsep adalah suatu ide dimana terdapat suatu kesan yang abstrak yang dapat diorganisir dengan smbol-simbol yang nyata, sedangkan konsep keperawatan merupakan ide untuk menyusun suatu kerangka konseptual atau model keperawatan
.
Teori adalah sekelompok konsep yang membentuk sebuah pola yang nyata atau suatu pernyataan yang menjelaskan suatu proses, peristiwa atau kejadian yang didasari fakta-fakta yang telah di observasi tetapi kurang absolut atau bukti secara langsung.Yang dimaksud teori keperawatan adalah usaha-usaha untuk menguraikan atau menjelaskan fenomena mengenai keperawatan. Teori keperawatan digunakan sebagai dasar dalam menyusun suatu model konsep dalam keperawatan,dan model konsep keperawatan digunakan dalam menentukan model praktek keperawatan. Berikut ini adalah ringkasan beberapa teori keperawatan yang perlu diketahui oleh para perawat profesional sehingga mampu mengaplikasikan praktek keperawatan yang didasarkan pada keyakinan dan nilai dasar keperawatan.
Penyusun Teori:
Nightingale (1860)
Tujuan Keperawatan: Untuk memfasilitasi “proses penyembuhan tubuh” dengan
memanipulasi lingkungan klien (Torres, 1986). Kerangka Kerja Praktik: Lingkungan klien dimanipulasi untuk mendapatkan ketenangan, nutrisi, kebersihan, cahaya, kenyamanan, sosialiasi, dan harapan yang sesuai Penyusun Teori:
Peplau (1952)
Tujuan Keperawatan: Untuk mengembangkan interaksi antara perawat dan klien Kerangka Kerja Praktik: Keperawatan adalah proses yang penting, terapeutik, dan interpersonal
(1952) Keperawatan berpartisipasi dalam menyusun struktur sistem asuhan kesehatan untuk memfasilitasi kondisi yang alami dari kecenderungan manusia untuk mengembangkan hubungan interpersonal (Marriner-Torney, 1994) Penyusun Teori:
Henderson (1955)
Tujuan Keperawatan: Untuk bekerja secara mandiri dengan tenaga pemberi pelayanan kesehatan (Marriner-Torney, 1994), membantu klien untuk mendapatkan kembali kemandiriannya secepat mungkin. Kerangka Kerja Praktik: Praktik keperawatan membentuk klien untuk melakukan 14 kebutuhan dasar Henderson (Henderson, 1966) Penyusun Teori:
Abdellah (1960)
Tujuan Keperawatan: Untuk memberikan kepada individu, keluarga, dan masyarakat. Untuk menjadi perawat yang baik dan berpengertian, juga mempunyai kemampuan intelegensia yang tinggi, kompeten dan memiliki keterampilan yang baik dalam memberikan pelayanan keperawatan (Marriner-Torney, 1994)Kerangka Kerja Praktik: Teori ini melingkupi 21 masalah keperawatan Abdellah (Abdellah et al 1960) Penyusun Teori:
Orlando (1961)
Tujuan Keperawatan: Untuk berespons terhadap perilaku klien dalam memenuhi kebutuhan klien dengan segera. Untuk berinteraksi dengan klien untuk memenuhi kebutuhan klien secepat mungkin dengan mengidentifikasi perilaku klien, reaksi perawat, dan tindakan keperawatan yang dilakukan (Tores, 1986; Chinn dan Jacobs, 1995). Kerangka Kerja Praktik: Tiga elemen seperti perilaku klien, reaksi perawat, dan tindakan perawat membentuk situasi keperawatan (Orlando, 1961)
Penyusun Teori:
Hall (1962)
Tujuan Keperawatan: Untuk memberikan asuhan dan kenyamanan bagi klien selama proses penyakit (Torres, 1986). Kerangka Kerja Praktik: Seorang klien dibentuk oleh bagian-bagian berikut yang saling tumpang-tindih, yaitu: manusia (inti), status patologis, dan pengobatan (penyembuhan) dan tubuh (perawatan). Perawat sebagai pemberi perawatan (Mariner-Torney, 1994; Chinn dan Jacobs, 1995) Penyusun Teori:
Wiedenbach (1964)
Tujuan Keperawatan: Untuk membantu individual dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan kemampuan untuk memenuhi tekanan atau kebutuhan yang dihasil dari suatu kondisi, lingkungan, situasi atau waktu (Torres, 1986). Kerangka Kerja Praktik: Praktik keperawatan berhubungan dengan individu yang memerlukan bantuan karena stimulasi perilaku. Keperawatan klinik memiliki komponen seperti filosofi, tujuan, praktik, dan seni (Chinn dan Jacobs, 1995)
Penyusun Teori:
Levine (1966)
Tujuan Keperawatan: Untuk melakukan konversi kegiatan yang ditujukan untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki klien secara optimal Kerangka Kerja Praktik: Model adaptasi manusia ini sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh
didasari oleh “empat prinsip konservasi keperawatan” (Levine, 1973)
Penyusun Teori:
Johnson (1968)
Tujuan Keperawatan: Untuk mengurangi stress sehingga klien dapat bergerak lebih mudah melewati proses penyembuhan. Kerangka Kerja Praktik: Kerangka dari kebutuhan dasar ini berfokus pada tujuh kategori perilaku. Tujuan individu adalah untuk mencapai keseimbangan perilaku dan kondisi yang stabil melalui penyelarasan dan adaptasi terhadap tekanan tertentu (Johnson, 1980; Torres, 1986) Penyusun Teori:
Rogers (1970)
Tujuan Keperawatan: Untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, mencegah kesakitan, dan merawat serta merehabilitasi klien yang sakit dan tidak mampu dengan
pendekatan humanistik keperawatan (Rogers, 1979). Kerangka Kerja Praktik: “Manusia utuh”
meliputi proses sepanjang hidup. Klien secara terus menerus berubah dan menyelaraskan dengan lingkungannya Penyusun Teori:
Orem (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk merawat dan membantu klien mencapai perawatan diri secara total Kerangka Kerja Praktik: Teori ini merupakan teori kurangnya perawatan diri sendiri. Asuhan keperawatan menjadi penting ketika klien tidak mampu memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, perkembangan, dan sosial (Orem , 1985) Penyusun Teori:
King (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk memanfaatkan komunikasi dalam membantu klien mencapai kembali adaptasi secara positif terhadap lingkungan. Kerangka Kerja Praktik: Proses keperawatan didefinisikan sebagai proses interpersonal yang dinamis antara perawat, klien dan sistem pelayanan kesehatan Penyusun Teori:
Travelbee (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk membantu individu atau keluarga untuk mencegah atau mengembangkan koping terhadap penyakit yang dideritanya, mendapatkan kembali kesehatannya, menemukan arti dari penyakit atau mempertahankan status kesehatan maksimalnya (Marriner-Torney, 1994). Kerangka Kerja Praktik: Proses interpersonal dipandang Tujuan Keperawatan: Untuk merawat dan membantu klien mencapai perawatan diri secara total Kerangka Kerja Praktik: Teori ini merupakan teori kurangnya perawatan diri sendiri. Asuhan keperawatan menjadi penting ketika klien tidak mampu memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, perkembangan, dan sosial (Orem , 1985) Penyusun Teori:
King (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk memanfaatkan komunikasi dalam membantu klien mencapai kembali adaptasi secara positif terhadap lingkungan. Kerangka Kerja Praktik: Proses keperawatan didefinisikan sebagai proses interpersonal yang dinamis antara perawat, klien dan sistem pelayanan kesehatan Penyusun Teori:
Travelbee (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk membantu individu atau keluarga untuk mencegah atau mengembangkan koping terhadap penyakit yang dideritanya, mendapatkan kembali kesehatannya, menemukan arti dari penyakit atau mempertahankan status kesehatan maksimalnya (Marriner-Torney, 1994). Kerangka Kerja Praktik: Proses interpersonal dipandang Tujuan Keperawatan: Untuk merawat dan membantu klien mencapai perawatan diri secara total Kerangka Kerja Praktik: Teori ini merupakan teori kurangnya perawatan diri sendiri. Asuhan keperawatan menjadi penting ketika klien tidak mampu memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, perkembangan, dan sosial (Orem , 1985) Penyusun Teori:
King (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk memanfaatkan komunikasi dalam membantu klien mencapai kembali adaptasi secara positif terhadap lingkungan. Kerangka Kerja Praktik: Proses keperawatan didefinisikan sebagai proses interpersonal yang dinamis antara perawat, klien dan sistem pelayanan kesehatan Penyusun Teori:
Travelbee (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk membantu individu atau keluarga untuk mencegah atau mengembangkan koping terhadap penyakit yang dideritanya, mendapatkan kembali kesehatannya, menemukan arti dari penyakit atau mempertahankan status kesehatan maksimalnya (Marriner-Torney, 1994). Kerangka Kerja Praktik: Proses interpersonal dipandang
BAB I
Teori-teori Keperawatan

A.

Latar Belakang
Keperawatan sebagai bagian integral pelayanan kesehatan merupakan suatu bentuk pelayanan professional yang didasarkan pada ilmu keperawatan. Pada perkembangannya ilmu keperawatan selalu mengikuti perkembangan ilmu lain, mengingat ilmu keperawatan

merupakan ilmu terapan yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Demikian juga dengan pelayanan keperawatan di Indonesia, kedepan diharapkan harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat serta teknologi bidang kesehatan yang senantiasa berkembang. Pelaksanaan asuhan keperawatan di sebagian besar rumah sakit Indonesia umumnya telah menerapkan pendekatan ilmiah melalui proses keperawatan. Profesi keperawatan adalah profesi yang unik dan kompleks. Dalam melaksanakan prakteknya, perawat harus mengacu pada model konsep dan teori keperawatan yang sudah dimunculkan. Konsep adalah suatu ide dimana terdapat suatu kesan yang abstrak yang dapat diorganisir dengan smbol-simbol yang nyata, sedangkan konsep keperawatan merupakan ide untuk menyusun suatu kerangka konseptual atau model keperawatan
.
Teori adalah sekelompok konsep yang membentuk sebuah pola yang nyata atau suatu pernyataan yang menjelaskan suatu proses, peristiwa atau kejadian yang didasari fakta-fakta yang telah di observasi tetapi kurang absolut atau bukti secara langsung.Yang dimaksud teori keperawatan adalah usaha-usaha untuk menguraikan atau menjelaskan fenomena mengenai keperawatan. Teori keperawatan digunakan sebagai dasar dalam menyusun suatu model konsep dalam keperawatan,dan model konsep keperawatan digunakan dalam menentukan model praktek keperawatan. Berikut ini adalah ringkasan beberapa teori keperawatan yang perlu diketahui oleh para perawat profesional sehingga mampu mengaplikasikan praktek keperawatan yang didasarkan pada keyakinan dan nilai dasar keperawatan. Penyusun Teori:
Nightingale (1860)
Tujuan Keperawatan: Untuk memfasilitasi “proses penyembuhan tubuh” dengan
memanipulasi lingkungan klien (Torres, 1986). Kerangka Kerja Praktik: Lingkungan klien dimanipulasi untuk mendapatkan ketenangan, nutrisi, kebersihan, cahaya, kenyamanan, sosialiasi, dan harapan yang sesuai Penyusun Teori:
Peplau (1952)
Tujuan Keperawatan: Untuk mengembangkan interaksi antara perawat dan klien Kerangka Kerja Praktik: Keperawatan adalah proses yang penting, terapeutik, dan interpersonal (1952) Keperawatan berpartisipasi dalam menyusun struktur sistem asuhan kesehatan untuk memfasilitasi kondisi yang alami dari kecenderungan manusia untuk mengembangkan hubungan interpersonal (Marriner-Torney, 1994) Penyusun Teori:
Henderson (1955)
Tujuan Keperawatan: Untuk bekerja secara mandiri dengan tenaga pemberi pelayanan kesehatan (Marriner-Torney, 1994), membantu klien untuk mendapatkan kembali kemandiriannya secepat mungkin. Kerangka Kerja Praktik: Praktik keperawatan membentuk klien untuk melakukan 14 kebutuhan dasar Henderson (Henderson, 1966) Penyusun Teori:
Abdellah (1960)
Tujuan Keperawatan: Untuk memberikan kepada individu, keluarga, dan masyarakat. Untuk menjadi perawat yang baik dan berpengertian, juga mempunyai kemampuan intelegensia yang tinggi, kompeten dan memiliki keterampilan yang baik dalam memberikan pelayanan keperawatan (Marriner-Torney, 1994)Kerangka Kerja Praktik: Teori ini melingkupi 21 masalah keperawatan Abdellah (Abdellah et al 1960) Penyusun Teori:
Orlando (1961)
Tujuan Keperawatan: Untuk berespons terhadap perilaku klien dalam memenuhi kebutuhan klien dengan segera. Untuk berinteraksi dengan klien untuk memenuhi kebutuhan klien secepat mungkin dengan mengidentifikasi perilaku klien, reaksi perawat, dan tindakan keperawatan yang dilakukan (Tores, 1986; Chinn dan Jacobs, 1995). Kerangka Kerja Praktik: Tiga elemen seperti perilaku klien, reaksi perawat, dan tindakan perawat membentuk situasi keperawatan (Orlando, 1961) Penyusun Teori:
Hall (1962)
Tujuan Keperawatan: Untuk memberikan asuhan dan kenyamanan bagi klien selama proses penyakit (Torres, 1986). Kerangka Kerja Praktik: Seorang klien dibentuk oleh bagian-bagian berikut yang saling tumpang-tindih, yaitu: manusia (inti), status patologis, dan pengobatan (penyembuhan) dan tubuh (perawatan). Perawat sebagai pemberi perawatan (Mariner-Torney, 1994; Chinn dan Jacobs, 1995) Penyusun Teori:
Wiedenbach (1964)
Tujuan Keperawatan: Untuk membantu individual dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan kemampuan untuk memenuhi tekanan atau kebutuhan yang dihasil dari suatu kondisi, lingkungan, situasi atau waktu (Torres, 1986). Kerangka Kerja Praktik: Praktik keperawatan berhubungan dengan individu yang memerlukan bantuan karena stimulasi perilaku. Keperawatan klinik memiliki komponen seperti filosofi, tujuan, praktik, dan seni (Chinn dan Jacobs, 1995) Penyusun Teori:
Levine (1966)
Tujuan Keperawatan: Untuk melakukan konversi kegiatan yang ditujukan untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki klien secara optimal Kerangka Kerja Praktik: Model adaptasi manusia ini sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh
didasari oleh “empat prinsip konservasi keperawatan” (Levine, 1973)
Penyusun Teori:
Johnson (1968)
Tujuan Keperawatan: Untuk mengurangi stress sehingga klien dapat bergerak lebih mudah melewati proses penyembuhan. Kerangka Kerja Praktik: Kerangka dari kebutuhan dasar ini berfokus pada tujuh kategori perilaku. Tujuan individu adalah untuk mencapai keseimbangan perilaku dan kondisi yang stabil melalui penyelarasan dan adaptasi terhadap tekanan tertentu (Johnson, 1980; Torres, 1986) Penyusun Teori:
Rogers (1970)
Tujuan Keperawatan: Untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, mencegah kesakitan, dan merawat serta merehabilitasi klien yang sakit dan tidak mampu dengan
pendekatan humanistik keperawatan (Rogers, 1979). Kerangka Kerja Praktik: “Manusia utuh”
meliputi proses sepanjang hidup. Klien secara terus menerus berubah dan menyelaraskan dengan lingkungannya Penyusun Teori:
Orem (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk merawat dan membantu klien mencapai perawatan diri secara total Kerangka Kerja Praktik: Teori ini merupakan teori kurangnya perawatan diri sendiri. Asuhan keperawatan menjadi penting ketika klien tidak mampu memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, perkembangan, dan sosial (Orem , 1985) Penyusun Teori:
King (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk memanfaatkan komunikasi dalam membantu klien mencapai kembali adaptasi secara positif terhadap lingkungan. Kerangka Kerja Praktik: Proses keperawatan didefinisikan sebagai proses interpersonal yang dinamis antara perawat, klien dan sistem pelayanan kesehatan Penyusun Teori:
Travelbee (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk membantu individu atau keluarga untuk mencegah atau mengembangkan koping terhadap penyakit yang dideritanya, mendapatkan kembali kesehatannya, menemukan arti dari penyakit atau mempertahankan status kesehatan maksimalnya (Marriner-Torney, 1994). Kerangka Kerja Praktik: Proses interpersonal dipandang sebagai hubungan manusia dengan manusia yang terbentuk selama sakit dan selama “mengalami penderitaan”
Penyusun Teori:
Neuman (1972)
Tujuan Keperawatan: Untuk membantu individu, keluarga, dan kelompok untuk mendapatkan dan mempertahankan tingkat kesehatan maksimalnya melalui intervensi tertentu Kerangka Kerja Praktik: Penurunan stress adalah salah satu tujuan dari sistem model praktik keperawatan (Torres, 1986). Tindakan keperawatan meliputi tindakan preventif tingkat primer, sekunder, atau tersier Penyusun Teori:
Patterson dan Zderad (1976)
Tujuan Keperawatan: Untuk berespons terhadap kebutuhan manusia dan dan membangun
ilmu “keperawatan yang humanistik” (Patterson dan Zderad, 1976; Chinn dan Jacobs, 1995)
Kerangka Kerja Praktik: Keperawatan humanistik memerlukan partisipasi untuk memahami
“keunikan” dan “kesamaan” dengan yang lain (Chinn dan Jacobs, 1995)
Penyusun Teori:
Leininger (1978)
Tujuan Keperawatan: Untuk memberikan perawatan yang konsisten dengan ilmu dan pengetahuan keperawatan dengan caring sebagai fokus sentral (Chinn dan Jacobs, 1995) Kerangka Kerja Praktik: Dengan teori transkultural ini, caring merupakan sentral dan menggabungkan pengetahuan dan praktik keperawatan (Leininger, 1980) Penyusun Teori:
Roy (1979)
Tujuan Keperawatan: Untuk mengidentifikasi tipe kebutuhan klien, mengkaji kemampuan adaptasi terhadap kebutuhan dan membantu klien beradaptasi Kerangka Kerja Praktik: Model adaptasi ini didasari oleh model adaptasi fisiologis, psikologis, sosiologis, serta ketergantungan dan kemandirian (Roy, 1980) Penyusun Teori:
Watson (1979)
Tujuan Keperawatan: Untuk meningkatkan kesehatan, mengembangkan klien pada kondisi sehatnya, dan mencegah kesakitan (Marriner-Torney, 1994). Kerangka Kerja Praktik: Teori ini mencakup filosofi dan ilmu tentang caring; caring merupakan proses interpersonal yang terdiri dari intervensi yang menghasilkan pemenuhan kebutuhan manusia (Torres, 1986) Penyusun Teori:
Parse (1981)
Tujuan Keperawatan: Untuk memfokuskan pada manusia sebagai suatu unit yang hidup dan kualitas partisipasi manusia terhadap pengalaman sehat (Parse, 1990) (Nursing as science and art [Marriner-Torney, 1994]). Kerangka Kerja Praktik: Manusia secara terus menerus berinteraksi dengan lingkungan dan berpartisipasi dalam upaya mempertahankan kesehatannya (Marriner-Torney, 1994). Sehat adalah suatu kontinu, proses yang terbuka bukan sekedar status sehat atau hilangnya penyakit (Parse, 1990; Marriner-Torney, 1994; Chinn dan Jacobs, 1995)
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M. E. (2002).
Nursing care plane: Guidelines for planning & documenting patient care, 3
rd
edition
, FA. Davis. George. (1995).
Nursing Theories (The Base for Profesional Nursing Practice)
, Fourth Edition. USA : Appleton & Lange. Hidayat AA. (2004).
Pengantar konsep dasar keperawatan
. Jakarta: Salemba Medika Nursalam. (2001).
Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik.
Jakarta : Salemba PPNI (2000) Standar Praktik Keperawatan. Jakarta : PPNI. Tomey Ann Marriner, Alligood M.R.(2006).
Nursing Theorists and Their work
. 6 Ed. USA : Mosby Inc. http://www.sandiego.edu/acamics/nursing/theory/Orlando

HOLISTIC CARE

HOLISTIC CARE
Klinik Keperawatan Terpadu HOLISTIC CARE


2009-06-10 21:59:21

Klinik Keperawatan Terpadu HOLISTIC CARE merupakan klinik yang dikelola oleh Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Pembentukan klinik ini merupakan bagian dari program strategis pengembangan fakultas dalam upaya untuk mengembangkan terapi modalitas keperawatan dan menerapkan ilmu-ilmu keperawatan dalam bentuk pengabdian terhadap masyarakat dalam bidang kesehatan.



Pelayanan pada klinik HOLISTIC CARE didasarkan pada konsep keperawatan holistik yang meyakini bahwa penyakit yang dialami seseorang bukan saja merupakan masalah fisik yang hanya dapat diselesaikan dengan pemberian obat semata. Pelayanan keperawatan holistik memberikan pelayanan kesehatan dengan lebih memperhatikan keutuhan aspek kehidupan sebagai manusia yang meliputi kehidupan jasmani, mental, sosial dan spiritual yang saling mempengaruhi. Klinik ini tidak saja menawarkan pelayanan keperawatan dengan memanfaatkan teknologi perawatan moderen maupun beragam terapi alternatif ataupun komplementer, tetapi juga pelayanan konseling dan promosi kesehatan untuk semua tahapan usia.



Visi Klinik HOLISTIC CARE adalah menjadi Klinik Keperawatan terpadu sebagai klinik keperawatan yang terkemuka dengan standar nasional maupun internasional dan menjadi model dalam pelayanan keperawatan mandiri dengan pendekatan holistik dan memanfaatkan teknologi moderen dan terapi alternatif dan komplementer berdasarkan teori pembuktian klinis dan keahlian tim. Dengan visi tersebut, klinik ini memiliki misi mencegah timbulnya masalah kesehatan melalui promosi kesehatan dan deteksi dini masalah kesehatan, mengatasi berbagai masalah kesehatan melalui pemberian pelayanan keperawatan secara holistik dengan menggunakan teknologi perawatan moderen maupun alternatif dan komplementer serta memberikan dukungan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi pasien dalam mengatasi masalah kesehatannya.



MOTO Klinik
C Caring – Kami senantiasa mempertahankan pelayanan bernuansa caring
A Accessible – Kami memberikan pelayanan yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
R Research-based – Kami mengintergrasikan pembuktian klinis dengan keahlian kami dan pilihan klien dalam membuat keputusan kesehatan yant tepat bagi dirinya.
E Empowerment – Kami memberikan informasi yang tepat bagi klien agar mampu memberdayakan dirinya dalam membuat keputusan yang tepat bagi kesehatannya.



Ragam Pelayanan Klinik
Klinik ini menyediakan berbagai pelayanan antara lain deteksi dini masalah-masalah kesehatan, pencegahan penyakit dan promosi kesehatan. Pelayanan deteksi dini meliputi:

1. gangguan tumbuh kembang anak,
2. deteksi dini diabetes,
3. osteoporosis,
4. kanker payudara,
5. perubahan visus dan kelainan buta warna,
6. penyakit lain yang dideteksi melalui Iridologi.


Pendidikan dan konseling kesehatan diberikan sesuai dengan masalah kesehatan yang dialami klien. Perawatan kesehatan diberikan pada klien yang memiliki berbagai masalah kesehatan antara lain:

1. perawatan luka dan stoma,
2. perawatan kaki diabetik dan luka diabetik.

Layanan perawatan kesehatan di rumah disediakan bagi klien yang memiliki berbagai masalah kesehatan seperti klien:

1. pasca stroke,
2. demensia,
3. lansia,
4. gangguan mental,
5. menggunakan alat-alat bantu kesehatan seperti sonde lambung dan kateter urin.

Terapi komplementer yang tersedia di klinik HOLISTIC CARE yaitu:

1. akupuntur kesehatan,
2. aroma terapi,
3. terapi relaksasi,
4. terapi herbal,
5. terapi hipnosis.


Sedangkan layanan konseling yang disediakan meliputi konseling:

1. Ibu hamil dan menyusui,
2. sexualitas remaja,
3. HIV/AIDS,
4. adaptasi terhadap penyakit-penyakit kronik seperti Diabetes Melitus,
5. pasca stroke,
6. hipertensi,
7. gagal Jantung,
8. gangguan mental.



Tim Ahli
Tim perawatan terdiri dari perawat-perawat profesional yang memiliki sertifikat keterampilan khusus dan berpengalaman di bidangnya masing-masing yang kesemuanya merupakan staf FIK-UI.

Fasilitas Klinik
Ruang klinik yang nyaman dengan air conditioner dan pelayanan yang ramah disiapkan bagi klien Klinik. Tersedia peralatan untuk mendeteksi masalah kesehatan secara cepat antara lain penggunaan iridologi, spygnomanometer, glukometer, pendeteksi osteoporosis, dan denver development assessment tool, serta berragam produk perawatan luka, stoma dan perawatan kaki diabetik. Ruang pendidikan kesehatan yang dilengkapi dengan audiovisual, poster dan brosur yang informatif untuk diberikan secara cuma-cuma kepada klien.

RESPONSIBILITAS VS AKUNTABILITAS

RESPONSIBILITAS
VS
AKUNTABILITAS
Responsibilitas (tanggung jawab) adalah tanggung jawab perawat terhadap tugas-tugasnya yang berhubungan dengan peran perawat kepada pasien.
Contoh: Saat memberikan obat,perawat tanggung jawab
Untuk mengkaji kebutuhan pasien dalam
memberikan dengan aman dan benar agar tidak
Terjadi kesalahan.

Akuntabilitas ( tanggung gugat) adalah dapat
menjawab segala hal hal yang berhubungan
dengan tindakan seseorang,maksudnya
bertanggung terhadap diri
sendiri,pasien,dan pekerjaan.
Contoh: Jika memberi dosis obat yang salah kepada pasien,perawat tersebut dapat digugat oleh pasien yang menerima obat oleh dokter yang memberikan tugas delegatif dan oleh masyarakat yang menuntut kemampuan profesionalnya.agar dapat bertanggung gugat,perawat harus bertindak profesional serta berdasarkan kode etik profisional.dengan demikian jika terjadi suatu kesalahan atau penyimpangan perawat dapat segera melaporkannya atau melakukan perawatan untuk mencegah cedera lebih lanjut akuntabilitas dilakukan untuk mengefaluasi aktifitas perawat dalam melakukan praktek keperawatan.




Kode etik organisasi profesi keperawatan
1.Perawat selalu menjunjung tinggi nama baik profesi,perawat dengan menunjukan tingkah laku dan kepribadian yang luhur
2.Perawat senantiasa berperan dalam menentukan pembakuan pendidikan atau pelayanan perawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayaan dan pendikan perawatan.

Tanggung jawab perawat terhadap pembangunan bangsa dan tanah air
1.Perawat senantiasa melaksanakan ketentuan sebagai kebijaksanaan yang digariskan oleh pembangunan dalam bidang kesehatan dan keperawatan


KESIMPULAN
Seorang perawat harus bertanggung jawab dan bertanggung gugat, bertanggung jawab berdasarkan profesinya. Misalnya bertanggung jawab pada pasien, masyarakat, sesama karyawan. Bertanggung gugat pada pasien apabila terjadi suatu kesalahan atau penyimpangan.

Senin, 13 Desember 2010

Tugas EBN SELESAI

Tugas EBN
problem:
Apa saja tindakan yang dapat menyembuhkan penyakit Diabetes ?

Intervention

1.tindakan pertama pada penyakit diabetes adalah dengan perubahan pola hidup
Contoh:merubah pola makan,olah raga teratur.
2.Tindakan kedua dengan cara terapi insulin
3.Dengan diobati menggunakan obat kimia.

Comparation:

1.penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah.

2.pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan.

3.pengobatan dengan cara kimia (glukodek,glibenclamid) bisa,tapi lebih efektif apabila penderita lebih bisa merubah pola hidup.

Out came:

Jadi evaluasi pengobatan untuk penyakit diabetes lebih efektif apabila penderita lebih bisa merubah pola hidup dan di dukung dengan terapi dan obat kimia.

Minggu, 12 Desember 2010

euthanasia

euthanasia

II. PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN EUTHANASIA
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, dan thanatos yang berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Jadi sebenarnya secara harafiah, euthanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang. Menurut Philo (50-20 SM) euthanasia berarti mati dengan tenang dan baik, sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudul Vita Ceasarum mengatakan bahwa euthanasia berarti “mati cepat tanpa derita’. Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasa sakit dan peringatan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian dengan pertolongan dokter.
Sedangkan pengertian euthanasia menurut istilah terdapat beberapa pendapat para ahli. Menurut Djoko Prakoso dan Djaman Andhi Nirwanto, bahwa “eauthanasia adalah suatu kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak dengan pertolongan dokter.” Yang dimaksud dengan pertolongan atau dokter dalam euthanasia ini adalah pemberian suntikan yang dapat mempercepat kematian pasien, sedangkan tanpa bantuan dokter ialah pasien penderita gawat darurat/kritis itu dibiarkan begitu saja tanpa diberikan pelayanan medis sehingga ia meninggal karenanya. Dalam istilah medis, dijelaskan bahwa euthanasia adalah “usaha tenaga medis untuk membantu pasien supaya meninggal dengan baik tanpa penderitaan yang terlalu berat.” Dari pengertian ini menunjukan bahwa menurut istilah medis, euthanasia dititik beratkan kepada usaha pertolongan yang dilakukan oleh dokter atau tenaga medis lainnya terhadap seorang pasien yang mengalami kondisi gawat darurat agar cepat diakhiri penderitaannya melalui kematian.

Dari pengetian yang lain juga mengatakan bahwa euthanasia sering disebut dengan “ Mercy killing “ yang diartikan sebagai suatu cara mengambil kehidupan klien untuk menghentikan penderitaaan yang dihadapi klien tersebut.
Kode Etik Kedokteran Indonesia menggunakan euthanasia dalam tiga arti, yaitu:
1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, buat yang beriman dengan nama Allah di bibir.
2. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan sisakit dengan memberikan obat penenang.
3. Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa euthanasia adalah usaha mempercepat kematian seorang pasien penderita penyakit kritis yang dilakukan/petugas medis lainya berdasarkan permintaan pasien sendiri dan atau keluarganya.

B. MACAM-MACAM DAN BENTUK-BENTUK EUTHANASIA
Dalam dunia medis/kedokteran,euthanasia dibagi dalam dua katergori, yaitu euthanasia pasif atau authanasia tidak langsung, dan euthanasia aktif atau euthanasia langsung. Euthanasia pasif dilakukan terhadap seorang penderita gawat darurat dengan cara tidak diberikan obat sama sekali, ataupun dengan cara memberikan pil-pil analgetik kepada seorang pasien yang menderita kanker ganas untuk mengurangi rasa sakitnya. Euthanasia semacam ini biasanya dikenal dengan euthanasia tidak langsung karena pemberian pil-pil analgetik dapat sedikit mempercepat datangnya kematian. Disebut euthanasia tidak langsung juga kerena kematian pasien sebenarnya tidaklah dikehendaki oleh tenaga medis yang memberikan obat penenang tersebut. Kematian yang terjadi karena tindakan positif dari donter untuk mempercepat kematian.
C. ANALISIS HUKUM ISLAM
Agama Islam sangat menekankan perlindungan terhadap jiwa manusia secara konsisten. Hak hidup adalah hak asasi setiap orang yang tidak boleh dihilangkan tanpa alasan yang sah. Ketentuan ini berlaku umum tanpa membedakan pembunuhan yang terjadi tanpa persetujuan korban maupun dengan persetujuan korban sendiri, termasuk juga tindakan bunug diri dengan alasan apapun. Pembunuhan juga dilarang terdahap anak sendiri, seperti ditegaskan dalam firman Allah SWT.

Artinya : “ Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan” (Q.S. Al-Isra’: 31 )
Tegasnya, bahwa kemiskinan atau alasan lainnya bukanlah menjadi legitimasi terhadap suatu tindakan pembunuhan. Dalam syariat Islam memang ada alasan sah yang membolehkan mengakhiri hidup orang lain, yaitu karena yang bersangkutan membunuh orang lain secara melawan hukum, orang yang sudah menikah melakukan perzinaan atau murtad. Dengan demikian dokter yang memberikan suntikan obat berdosis tinggi dengan tujuan untuk mempercepat kematian pasiennya adalah termasuk tindakan pembunuhan yang terlarang.
Karena yang berhak menentukan cepat atau lambatnya ajal adalah merupakan hak prerogatif Allah, seperti diungkapkan dalam firman Allah yang berbunyi :


hidup dan merasakan sesuatu, telah rusak. Apabila. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa euthanasia aktif haram hukumnya sedangkan euthanasia pasif dibolehkan karena pada hakekatnya tidak ada keterlibatan langsung dokter dalam kasus terjadinya kematian penderita. Kematian yang dialaminya disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, bukan karena akibat tindakan dokter.
D. ANALISIS MENURUT HUKUM POSITIF
Sesuai dengan KUHP pasal 304 “ Barangsiapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seseorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Pasal 306
1) “Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305 mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun enam bulan”.
2) “ Jika mengakibatkan kematian pidana penjara paling lama sembilan tahun”. Pasal 344: “Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesunguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”. Pasal 345 : “ Barang siapa yang mendorong orang lain untuk membuntuh diri, menolongnya dalam perbuatan ini atau memberi sarana kepada untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu menjadi bunuh diri.”
Undang undang yang tertulis dalam KUHP Pidana diatas hanya melihat dari dokter sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang. Sehingga
dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut. Tidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya. Di lain pihak hakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yang tentunya masih ingin hidup, dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasien yang sangat menderita tersebut, tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undang undang yang terdapatdalam KUHP Pidana.
E. PENGARUH EUTHANASIA TERHADAP KEWARISAN
Kematian berimplikasi terhadap kewarisan karena dengan meninggalnya seseorang, maka harta yang ditinggalkannya menjadi hak ahli warisnya. Namun demikian ahli waris dapat dicabut haknya jika terbukti membunuh pemilik hartta warisan. jelasnya, bahwa para ahli waris tidak mutlak berhak atas harta yang ditinggalkan simayit. dalam hal ini para ulama sepakat bahwa, status seseorang karena berbeda agama, sebab membunuh dan perbudakan merupakan penghalang terjadinya pewarisan. Dari analisis hukum islam diatas, kelas bahwa yang termasuk eutanisia aktif. dengan demikian tindakan euthanasia aktif yang dilakukan baik keluarga korban maupun dokter dapat dikategorikan pembunuhan. kasus pembunuhan yang dilakukan keluarga korban secara euthanasia tidak dapat dilihat dari kaca mata kedokteran semata. namun perlu dilihat pula kemungkinan adanya ambisi keluarga korban untuk secepatnya memperoleh harta warisan. maka euthanasia bisa dijadikan aat untuk mewujudkan maksud tersebut. apalagi pegakhiran hidup seseorang terjadi secara rahasia serta sulit diketahui oleh orang banyak sehingga trasa aman sekaligus dapat mewujudkan ambisi ahli waris. karena itulah kaidah fiqhiyah menetapkan, orang yang menyegerakan sebelum waktunnya, niscaya dihukum dengan tidak diberikan kepadanya apa yang ingin segera dia terima. Adanya sanksi hukum itu mengandung hikmah bahwa jika sipembunuh tidak dicabut haknya menerima warisan, tentulah banyak ahli waris yang membunuh pemilik harta warisannya. sehingga akan berkembang pembunuhan antara kerabat yang dekat dengan yang tidak dekat agar prosentase yang dia peroleh pembagian harta warisan menjadi meningkat lantaran berkurangnya bahkan habisnya ahli waris selain diri pembunuh. dengan demikian euthanasia aktif merupakan salah satu bentuk pembunuhan yang menjadi penghalang dalam kewarisan. dalam kaitan ini para ahli waris yang meminta/menyetujui dokter melakukan euthanasia terhadap pasien (pemilik harta warisan), tidak mendapat peninggalan harta warisan yang ditinggalkan korban euthanasia. demikian juga dokter, bila mempunyai hubungan kewarisan dengan sikorban tidak mendapat bagian warisan.
F. HUKUMAN BAGI PELAKU EUTHANASIA
Berdasarkan pembahasan diatas eutanasai aktif yang dilkukan dokter secara diam-diam dapat dikategorikan pembunuhan yang disengaja jadi haram hukumnya. sebab pembunuhan disengaja adalah suatu perbuatab yang disertai niat (direncanakan sebelumnya) untuk membunuh orang lain dengan menggunakan alat-alat yang mematikan. karena itu dokter harus bertanggung jawab terhadap tindakan euthanasia yang dilakukannya. sebab tindakan yang menyebabkan kematian seseorang tanpa alasan sah sangat dilarang oleh Allah seperti diungkapkan dalam Q.S. al-An`am (6):151

Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (Q.S. AlAn-am :151)

Selaras dengan hal itu untuk melindungi hak hidup setiap individu maka islam menetapkan hukuman qiyas yaitu hukuman yang sebanding dengan kejahatan yang dilakukan, seperti yang dijelaskan dalam QS. al-Maidah (5): 45
Artinya : “Dan kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (at-Taurat) bahwasanya jiwa(dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung,
telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qiyasnya.” (Q.S.al-Maidah : 45)
Jadi, dokter yang melakukan euthanasia aktif secara diam-diam (sepengetahuan/izin kelurga pasien) dijatuhi hukuman qiyas. sedangkan euthanasia aktif yang dilakukan dokter dengan sepengetahuan keluarga dan atau korban termasuk pembunuhan semi sengaja sehingga pelakunnya dijatuhi hukuman diyat (membayar denda). berbeda dengan euthanasia pasif karena ditolerir ileh syara (boleh). sehingga pelaku euthanasia pasif /negatif tidak dikenai sangsi pidana.










PENUTUP
KESIMPULAN

1. Euthanasia adalah usahaa mempercepat kematian seorang pasien penderita penyakit kritis yang dilakuakan oleh dokter/petugas medis lainnya baik
berdasarkan permintaan pasien sendiri dan atau keluarganya maupun tidak, karena merasa kasihan dengan penderita pasien. euthanasia terbagi dua
macam, yakni euthanasia aktif/positif dan euthanasia pasif/negaitif;
2. Euthanasia aktif/positif haram hukumnya, sedangkan euthanasia pasif atau negative dibolehkan oleh syara. euthanasia memiliki akibat hukum trhadap
kewarisan. sehingga pelaku euthanasia aktif/pasif dicabut haknya sebagai ahli waris, baik keluarga korban maupun dokter (yang memiliki hubungan
keluarga dengan korban) sedangkan pelaku euthanasia pasif/negatif tetap menjadi ahli waris dari harta yang ditinggalkan korban;
3. Euthanasia menimbulkan dilema karena disatu sisi euthanasia dilakukan dengan rasa kasihan terhadap penderitaan pasien yang tak kunjung sembuh
sehingga terkesan selaras dengan rasa kemanusiaan tetapi disatu sisi euthanasia dapat melanggar hukum baik dari etika kedokteran, hukum positif maupun
hukum Islam;
4. Pelaku euthanasia aktif/positif dijatuhi hukuman qisas jika euthanasia itu dilakukan diam-diam oleh dokter tanpa sepengaetahuan keluarga dan atau
korban. pelaku euthanasia aktif/positif dijatuhi hukuman diyat (membayar denda) jika dokter melakukan euthanasia aktif dengan sepengetahuan keluarga
dan atau korban. sedangkan pelaku euthanasia pasif/negatif tidak dijatuhi hukuman pidana.

SARAN

1 Meningkatnya ilmu pengetahuan khususnya dibidang kedokteran diharapkan tidak membuat pola piker medis untuk membuat sesuatu yang bertentangan
dengan kode etik kedokteran, agama dan hukum yang berlaku ;
2 Untuk menghindari keputus asaan kepada pasien dalam menghadapi cobaan yang diberi oleh Allah berupa penyakit, diharapkan tenaga medis selain
berperan sebagai orang yang mengobati juga berperan sebagai motivasi kepada pasien untuk dapat sembuh dari penyakitnya walaupun sebenarnya
penyakitnya sudah tidak dapat disembuhkan;


























DAFTAR PUSTAKA

La Jamaa’. Euthanasia Menurut Tinjauan Hukum Islam. Jurnal JABAL HIKMAH, STAIN AL-FATAH JAYAPURA. No.2, Vol.1 Januari-Juni 2008.

http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/04212/aris_wibudi.htm
KUHP & KUHAP. 2007. Permata Press
NS. Rohmani. (2009). Masalah-masalah Etik Dalam Keperawatan. STIKES. Jayapura Papua.

TRANSPLANTASI ORGAN DAN JARINGAN TUBUH

TRANSPLANTASI ORGAN DAN JARINGAN TUBUH

I.DEFINISI

Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ tubuh yang berat.
Ini adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong pasie dengan kegagalan organnya,karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan dan hingga dewasa ini terus berkembang dalam dunia kedokteran,namun tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja,karena masih harus dipertimbangkan dari segi non medik,yaitu dari segi agama,hokum,budaya,etika dan moral.kendala lain yang dihadapi Indonesia dewasa ini dalam menetapkan terapi transplatasi,adalah terbatasnya jumlah donor keluarga (Living Related Donor,LRD)dan donasi organ jenazah.karena itu diperlukan kerjasama yang saling mendukung antara para pakar terkait(hulum,kedokteran,sosiologi,pemuka agama,pemuka masyarakat),pemerintah dan swata.
II.JENIS-JENIS TRANSPLANTASI

Kini telah dikenal beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan ,baik berupa cel,jaringan maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut:

1.TRANSPLANTASI AUTOLOGUS
Yaitu perpindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh itu sendiri,yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi,

2.TRANSPLANTASI ALOGENIK
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang sama spesiesnya,baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga,

3.TRANSPLANTASI SINGENIK
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang identik,misalnya pada gambar identik,

4.TRANSPLANTASI XENOGRAFT
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang tidak sama spesiesnya.


Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau dari jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan kematian batang otak,
- Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit ginjal sumsum tulang dan darah (transfusi darah).
-Organ-organ yang diambil dari jenazah adalah jantung,hati,ginjal,kornea,pancreas,paru-paru dan sel otak.
Dalam 2 dasawarsa terakhir telah dikembangkan tehnik transplantasi seperti transplantasi arteria mamaria interna dalam operasi lintas koroner oleh George E. Green. dan Parkinson


A.SEL INDUK

Berasal dari bahasa inggris (stem cell) merupakan sel yang belum berdeferensiasi dan mempunyai potensi untuk dapat berdeferensiasi menjadi jenis sel lain.kemampuan tersebut memungkinkan sel induk mrnjadi sistem perbaikan tubuh dengan menyediakan sel-sel baruselama organisne bersangkutan hidup.
Peneliti medis meyakini bahwa penelitian sel induk berpotensi untuk mengubah keadan penyakit manusia deangan cara digunakan perbaikan jaringan atau organ tubuh tertentu,hal ii tampaknya belum benar-benar diwujudkan dewasa ini.
Penelitian sel induk dapat dikatakan dimulai pada tahun 1960_an setelah dilakukannya penelitian oleh ilmuan kanada,Ernest A.McCulloch dan James E.Till.

B.MACAM-MACAM SEL INDUK

Berdasarkan potensi :
• Sel induk ber-totipotensi (toti=total)
• Sel induk ber-multipotensi
• Sel induk ber-unipotensi (uni-tunggal)

Berdasarkan asalnya :
 Sel induk embrio (embrio stem cell)
 Sel induk dewasa (adult stem cell)

Menurut sumbernya transplantasi sel induk dapat dibagi menjadi :

Transplantasi sel induk dari sumsum tulang (bone marrow transplantation)
Sumsun tulang adalah jaringan spond yang terdapat dalam tulang-tulang besar seperti tulang pinggang,tulang dada,tulang punggung dan tulang rusuk.
Sumsum tulang merupakan sumber yang kaya akan sel induk hematopoetik.

Transplantasi sel induk darah tepi (peripheral blood stem cell transplantation)
Peredaran tepi merupakan sumber sel induk walaupun jumlah sel induk yang terkandung tidak sebanyak pd sumsum tulang.untuk jumlah sel induk mencukupi suatu transplantasi.biasanya pada donor diberikan granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF). Transplantasi dilakukan dengan proses yang disebut Aferesis.

Transplantasi sel induk darah tali pusat
Darah tali pusat mengandung sejulah sel induk yang bermakna dan memiliki keunggulan diatas transplantasi sel induk dari sumsum tulangatau dari darah tepi bagi pasien-pasien tertentu.Transplantasi sel induk dari darah tali pusat telah mengubah bahan sisa dari proses kelahiran menjadi sebuah sumber yang dapat menyelamatkan jiwa.


III.ASPEK HUKUM TRANSPLANTASI

Dari segi hukum ,transplantasi organ,jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia,walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pdana yaitu tindak pidana penganiayaan.tetapi mendapat pengecualian hukuman,maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana,dan dapat dibenarkan.

Dalam PP No.18 tahun 1981 tentana bedah mayat klinis, beda mayat anatomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia tercantum pasal tentang transplantasi sebagai berikut:

Pasal 1.
c. Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringa tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.

d. Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mmempunyai bentuk dan faal (fungsi)yang sama dan tertentu.

e. Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh ynag tidak berfungsi dengan baik.
f. Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.

g. Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak,pernafasan,dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.

Ayat g mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas,maka IDI dalam seminar nasionalnya mencetuskan fatwa tentang masalah mati yaitu bahwa seseorang dikatakan mati bila fungsi spontan pernafasan da jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible,atau terbukti telah terjadi kematian batang otak.

Pasal 10.
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia dilaukan dengan memperhatikan ketentuan yaitu persetujuan harus tertulis penderita atau keluarga terdekat setelah penderita meninggal dunia.

Pasal 11
1.Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjukolehmentri kesehatan.
2.Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan


Pasal 12
Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tudak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.

Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan yaitu dibuat diatas kertas materai dengan 2(dua) orang saksi.

Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia,dilakukan dengan persetujuan tertulis dengan keluarga terdekat.

Pasal 15
1.Senbelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh donor hidup,calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya,termasuk dokter konsultan mengenai operasi,akibat-akibatya,dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.
2.Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar ,bahwa calon donor yang bersangkutan telah meyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.

Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak dalam kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.

Pasal 17
Dilarang memperjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia.

Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dan semua bentuk ke dan dari luar negeri.

Selanjutnya dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan dicantumkan beberapa oasal tentang transplantasi sebagai berikut:
Pasal 33.
1.Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan jaringan tubuh,transfuse darah ,imflan obat dan alat kesehatan,serta bedah plastic dan rekontruksi.
2.Transplantasi organ dan jaringan serta transfuse darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan kemanusiaan yang dilarang untuk tujjuan komersial.

Pasal 34
1.Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan disaran kesehatan tertentu.
2.Pengambilan organ dan jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya.
3.Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

IV.ASPEK ETIK TRANSPLANTASI
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya.dari segi etik kedokteran tindakan ini wajib dilakukan jika ada indikasi,berlandaskan dalam KODEKI,yaitu:
Pasal 2.
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
Pasal 10.
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.

Pasal 11.
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita.

Pasal-pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981,pada hakekatnya telah mencakup aspek etik,mengenai larangan memperjual belikan alat atu jaringan tubuh untuk tujuan transplantasi atau meminta kompensasi material.
Yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati seseorang akan diambil organnya,yang dilakukan oleh (2) orang doteryang tidak ada sangkt paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi,ini erat kaitannya dengan keberhasilan transplantasi,karena bertambah segar organ tersebut bertambah baik hasilnya.tetapi jangan sampai terjadi penyimpangan karena pasien yang akan diambil organnya harus benar-benar meninggal dan penentuan saat meninggal dilakukan dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan dinyatakan meninggal jika terdapat kematian batang otak dan sudah pasti tidak terjadi pernafasan dan denyut jantung secara spontan.pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain bukan dokter transplantasi agar hasilnya lebih objektif.

Rabu, 01 Desember 2010

kasus mal praktek

kasus mal praktek

Korban Meninggal Usai Operasi Cacar

indosiar.com, Surabaya - Dugaan kasus malpraktek kembali terjadi, korbannya hampir sama namanya dengan Prita Mulyasari yakni Pramita Wulansari. Wanita ini meninggal dunia tidak lama setelah menjalani operas caesar di Rumah Sakit Surabaya Medical Service. Korban mengalami infeksi pada saluran urin dan kemudian menjalar ke otak. Saat dikonfirmasi, pihak Rumah Sakit Surabaya Medical Service belum memberikan jawaban terkait dugaan malpraktek ini.
Lita, dipanggil pihak Rumah Sakit Medical Service di Jalan Kapuas Surabaya terkait laporannya pada salah satu media tentang anaknya Pramita Wulansari (22), yang meninggal dunia setelah menjalani operasi caesar di Rumah Sakit Medical Service.
Menurut cerita Lita, ibu dari Pramita, sebelumnya Pramita melakukan operasi persalinan disalah satu praktek bidan di Jalan Nginden, Surabaya. Karena kondisinya terus memburuk, Pramita lalu dirujuk ke Rumah Sakit Surabaya Medical Service untuk dilakukan operasi caesar.
Operasi  berjalan mulus yang ditangani oleh dr Antono. Dua minggu kemudian Pramita kembali ke Rumah Sakit Surabaya Medical Service untuk melakukan chek up. Dr Antono menyarankan Pramita dioperasi karena dideteksi saluran kencingnya bocor dan Pramita kembali menjalani operasi.
Pramita juga disarankan meminum jamu asal Cina untuk memulihkan tenaga. Namun kondisinya malah memburuk dan Pramita sempat buang air besar bercampur darah. Melihat kondisi Pramita semakin memburuk, pihak keluarga meminta dirujuk ke Rumah Sakit Dr Soetomo Surabaya. Pramita sempat dua hari dirawat di Rumah Sakit Dr Soetomo namun dinyatakan terlambat, karena infeksi sudah menjalar ke otak dan Pramita akhirnya meninggal dunia.
Anak yang dilahirkan Pramita kini sudah berumur satu bulan dan diberi nama Kevin. Si bayi terpaksa dirawat oleh ayahnya dan kedua mertuanya.
Sementara itu saat dikonfirmasi wartawan, pihak Rumah Sakit Surabaya Medical Service tidak mau memberi komentar mengenai dugaan malpraktek ini. (Didik Wahyudi/

KLONING

KLONING


KLONING

KLONING Definisi: Pembiakan adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya.

 Terapan: Kloning bisa diterapkan terhadap tumbuhan, binatang bahkan manusia.

 Prosedur Kloning: Kloning dilakukan dengan cara mengambil sel tubuh (sel somatik) yang telah diambil ini selnya (nukleus) dari tubuh manusia yang selanjutnya ditanamkan pada sel telur (ovum) wanita.

 Perbandingan antara Pembuahan Alami dengan Kloning: Pembuahan alami berasal dari proses penyatuan sperma yang mengandung 23 kromosom dan ovum yang mempunyai 23 kromosom. Ketika menyatu jumlah kromosomnya menjadi 46.

 Jadi anak yang dihasilkan akan mempunyai ciri ciri yang berasal dari kedua induknya.

Dalam proses kloning, sel yang diambil dari tubuh manusia telah mengandung 46 kromosom, sehingga anak yang dihasilkan dari kloning hanya mewarisi sifat-sifat dari orang yang menjadi sumber pengambilan inti sel tubuh.

 Hukum Kloning: a) Kloning tumbuhan dan hewan Memperbaiki kualitas dan produktivitas tanaman dan hewan menurut syara’ termasuk mubah. Memanfaatkan tanaman dan hewan, melalui proses kloning, untuk mendapatkan obat hukumnya sunnah. Sebab berobat hukumnya sunnah. Innallaha azza wa jalla kaitsu kholaqodda’a kholaqodda wa ‘a fatadawau "Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap menciptakan penyakit, Dia menciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kamu" (HR. Imam Ahmad) b) Kloning Embrio Kloning embrio terjadi pada sel embrio yang berasal dari rahim istri atas pertemuan sel sperma suami dengan sel telur istri. Sel embrio itu kemudian diperbanyak hingga berpotensi untuk membelah dan berkembang. Setelah dipisahkan sel embrio itu selanjutnya dapat ditanamkan dalam rahim perempuan asing (bukan istri). Kalau ini yang terjadi maka hukumnya haram. Akan tetapi jika sel-sel embrio itu ditanamkan ke dalam rahim pemilik sel telur, maka kloning tersebut hukumnya mubah. c) Kloning Manusia Walaupun dengan alasan untuk memperbaiki keturunan; biar lebih cerdas, rupawan lebih sehat, lebih kuat dll, kloning manusia hukumnya haram. Dalil keharamannya adalah sebagai berikut: 1) Proses kloning tidak alami Wa ‘abbahu kholaqozzau jainiz zakaro wal untsa min nutfatin idza tumna (Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan dari air mani yang dipancarkan. QS An Najm 45-46) 2) Produk kloning tidak mempunyai ayah Yaa ayyuhannnas, inna kholagnakum, min zakarin wa untsa (Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. QS. Al Hujarat 13) Ud ‘uhum li aba’ihim huwa ‘aqsyatu indallah Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah) QS Al Ahzab 5) 3) Kloning manusia menghilangkan nasab (garis keturunan) Islam mewajibkan pemeliharaan nasab. Diriwayatkan oleh Ibnu Abas RA Manin tasaba ilaa ghoiri abihi, autawalla ghoiro muwalihi, fa’alaihi laknatullah wal malaikatihi wan nasi aj’main (HR; Ibnu Majah) (Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (budak) bertuan kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia) 4) Kloning mencegah pelaksanaan banyak hukum syara; hukum perkawinan, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak, hak waris, hubungan kemahraman, dll. Kloning juga menyalahi fitrah

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLONING

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMd1luaidMlVtfGtL_rtAMtqyqZv0dMEFg_yTFuvMkvAzeQPPaPEKQPluQHgIhs3Drx5H7kPQQj8ayeHawUBL3f7neTgSjvgny7EceazjUcxdwcsAzp1kvbqd9KfYz7cyb8WAm6LHfUKKl/s320/49dossier97.jpg

Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna di muka bumi ini saat Allah menciptakan manusia. Dia juga membekali akal dan Pikiran untuk dapat mengetahui atas kebesaran penciptanya, serta menambah keimanannya.
Di dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat maju saat ini, banyak cara yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk bisa memperoleh keturunan baik dengan alami ataupun dengan bantuan teknologi. Keinginan untuk mendapatkan keturunan mendorong pasangan suami istri melakukan berbagai usaha. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah kloning
Peneliti sering tidak menyadari bahwasannya di dalam tubuh kita ini terdiri dari ribuan sel yang bentuk dan fungsinya beraneka ragam. Setiap sel yang sejenis akan membentuk organ. Mereka membentuk suatu kesatuan yang disebut sistem. Demikian Allah yang maha penyayang yang telah menciptakan manusia dengan kesempurnaan.
Berkat kemajuan yang sudah dicapai, maka tidak mengherankan bila sebuah rekayasa genetika dan bio teknologi menjadi suatu kajian yang ilmiah, serta prestasi ilmu pengetahuan yang spektakuler dan penuh kontroversi. Seperti hanya keberhasilan kloning hewan yang dilakukan oleh ilmuwan Inggris yang bernama Dr. Ian Wilmut terhadap seekor domba yang diberi nama Dolly.
Istilah kloning atau klonasi berasal dari kata clone (bahasa Greek) atau klona, yang secara harfiah berarti potongan/pangkasan tanaman. Dalam hal ini tanam-tanaman baru yang persis sama dengan tanaman induk dihasilkan lewat penanaman potongan tanaman yang diambil dari suatu pertemuan tanaman jantan dan betina. Melihat asal bahasa yang digunakan, dapat dimengerti bahwa praktek perbanyakan tanaman lewat potongan/pangkasan tanaman telah lama dikenal manusia. Karena tidak adanya keterlibatan jenis kelamin, maka yang dimaksud dengan clonasi adalah suatu metode atau cara perbanyakan makhluk hidup (atau reproduksi) secara seksual. Hasil perbanyakan lewat cara semacam ini disebut klonus/klona, yang dapat diartikan sebagai individu atau organisme yang dimiliki genotipus yang identik.
Klon atau clone berasal dari bahasa Yunani yang artinya pemangkasan (tanaman). Istilah ini semula digunakan untuk potongan/pangkasan tanaman yang akan ditanam. Kini, setelah mengalami kemajuan tehnologi sudah berubah menjadi rekayasa genetika.
Selama ini reproduksi aseksual hanya terjadi pada bakteri, serangga, cacing tanaman. Dengan perkembangan bioteknologi, para ahli genetika menemukan cara reproduksi makhluk tanpa harus melalui proses pertemuan sperma dan sel ovum yakni dengan mereplikasi (meng-copy) fragmen DNA yang akan di kloning dari sel suatu makhluk hidup seperti sel rambut, tulang, otot, dll.
Kloning manusia menjadi isu pembicaraan semakin menarik para ulama akhir-akhir ini. Sejak keberhasilan kloning Domba 1996, muncullah hasil kloning lain pada monyet (2000), lembu (2001), sapi (2001), kucing (2001) dan dikomersialkan pada 2004, kuda (2003), anjing, serigala dan kerbau. Selain itu, beberapa lembaga riset telah berhasil mengkloning bagian tubuh manusia seperti tangan. Kloning bagian tubuh manusia dilakukan untuk kebutuhan medis, seperti tangan yang hilang karena kecelakaan dapat dikloning baru, begitu juga jika terjadi ginjal yang rusak (gagal ginjal). Dan terakhir, ada dua berita pengkloningan manusia yakni Dokter Italia Kloning Tiga Bayi dan Dr. Zavos Mulai Kloning Manusia.
Kloning manusia mempunyai proses atau cara yang hampir sama dengan proses bayi tabung. Pertama dilakukan pembuahan sperma dan ovum diluar rahim, setelah terjadi pembelahan (sampai maksimal 64 pembelahan) ditanam di dalam rahim, sel intinya diambil dan diganti dengan sel inti manusia yang akan di kloning. Proses selanjutnya sebagaimana pada kehamilan biasa.
Kloning terhadap manusia merupakan bentuk intervensi hasil rekayasa manusia. Kloning adalah teknik memproduksi duplikat yang identik secara genetis dari suatu organisme.
Untuk reproduksi makhluk hidup secara aseksual (tanpa diawali proses pembuahan sel telur oleh sperma, tapi diambil dari inti sebuah sel). Dalam cloning manusia (human cloning), selain dibutuhkan sel yang akan dikloning, dibutuhkan pula ovum (sel telur) dan rahim. Tanpa ovum tidak bisa dikloning dan tanpa rahim, sel yang dikloning pada ovum akan mati.
Permasalahan kloning merupakan permasalahan kontemporer (kekinian). Dalam kajian literatur klasik belum pernah persoalan kloning dibahas oleh para ulama. Oleh karenanya, rujukan yang penulis kemukakan berkenaan dengan masalah kloning ini adalah menurut beberapa pandangan ulama kontemporer.
Para ulama yang mengharamkan kloning manusia memiliki beberapa dalil yang menguatkan pendapat mereka. Kloning manusia akan menghilang nasab (garis keturunan). Padahal Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab. Diriway­atkan dari Ibnu 'Abbas RA, yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
مَنْ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ
"Siapa saja yang mengaku-ngaku (sebagai anak) kepada orang yang bukan bapaknya, padahal dia tahu bahwa orang itu bukan bapaknya, maka surga baginya haram."(HR Muslim)
Kloning yang bertujuan memproduksi manusia-manusia yang unggul dalam hal kecerdasan, kekuatan fisik, kesehatan, kerupawanan jelas mengharuskan seleksi terhadap para laki-laki dan perempuan yang mempunyai sifat-sifat unggul terse­but, tanpa mempertimbangkan apakah mereka suami-isteri atau bukan, sudah menikah atau belum. Dengan demikian sel-sel tubuh akan diambil dari laki-laki dan perempuan yang mempun­yai sifat-sifat yang diinginkan, dan sel-sel telur juga akan diambil dari perempuan-perempuan terpilih, serta diletakkan pada rahim perempuan terpilih pula, yang mempunyai sifat-sifat keunggulan. Semua ini akan mengakibatkan hilangnya nasab dan bercampur aduknya nasab.
Anak-anak produk proses kloning tersebut dihasilkan melalui cara yang tidak alami. Padahal justru cara alami itulah yang telah ditetapkan oleh Allah untuk manusia dan dijadikan-Nya sebagai sunnatullah untuk menghasilkan anak-anak dan keturunan. Allah SWT berfirman :
وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَى مِنْ نُطْفَةٍ إِذَا تُمْنَى
"dan Bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari air mani apabila dipancarkan." (QS. An Najm : 45-46)
Allah SWT berfirman :
أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى
"Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya." (QS. Al Qiya>mah : 37-38)
Pendapat diatas juga didukung oleh KH Ali Yafi, beliau mengatakan manusia tidak dapat disamakan dengan hewan dan tumbuhan untuk dikloning. Jika tetap disamakan dengan hewan dan tumbuhan, derajat manusia akan turun. Oleh karena itu kloning manusia haram.
Memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah pelaksanaan banyak hukum-hukum syara', seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, hubun­gan 'as}abah, dan lain-lain. Di samping itu kloning akan mencampur adukkan dan menghilangkan nasab serta menyalahi fitrah yang telah diciptakan Allah untuk manusia dalam masalah kelahiran anak. Kloning manusia sungguh merupakan perbuatan keji yang akan dapat menjungkir balikkan struktur kehidupan masyarakat.
Dari beberapa pandangan ulama kontemporer seperti Quraish Shihab, Ali Yafi, Abdel Mufti Bayoumi, Yusuf Al-Qardhawi, HM Amin Abdullah dan masih banyak lagi ulama-ulama yang lain.
Penulis mempunyai pendapat yang berbeda tentang kemahraman melakukan kloning manusia , hal ini disebabkan kloning merupakan hal yang patut di sukuri karena sebagai salah satu penemuan yang dapat dimanfaatkan sebagai solusi bagi pasangan yang mengalami gangguan ketidak suburan.
Penulis beralasan di karenakan argumen dari pandangan ulama kontemporer sangatlah umum dan tidak ada spesifikasi masalah. Sedangkan penulis beranggapan dengan membolehkan dilakukannya bayi tabung oleh pasangan suami istri, maka itu juga salah satu celah untuk di boleh seseorang pasangan suami isteri untuk melakukan upaya pengkloniangan manusia.
Di dalam agama Islam pernikahan merupakan suatu ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga, serta sebagai upaya untuk mendapatkan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syari'at Islam.
Sedangkan anak merupakan mutiara keluarga. Kehadirannya selalu ditunggu di setiap perkawinan sepasang suami isteri. Jika ia tidak hadir dalam rentang waktu cukup panjang dalam sebuah perkawinan, akan membuat cemas banyak pihak, khususnya orang tua serta para kerabat. Anak merupakan magnet kuat untuk menjaga keutuhan suatu rumah tangga.
Infertilitas atau tidak kesuburan dapat menjadi sumber kecemasan pada pasangan suami istri. Untuk menghasilkan anak (reproduksi) setiap pasangan harus subur (fertil) dengan syarat - syarat pada seorang perempuan di antaranya sistem dalam indung telur mampu menghasilkan telur secara teratur (setiap empat atau enam minggu), saluran sel telur berfungsi dengan normal dan bisa menghantarkan telur dan sperma, rahim mampu mengembangkan dan mempertahankan telur yang sudah dibuahi hingga mencapai maturitas (38 minggu dihitung dari haid terakhir)
Adapun syarat untuk seorang laki-laki di antaranya buah pelir (buah zakar) mampu menghasilkan sperma normal yang cukup jumlahnya untuk membuahi sel telur. Saluran zakar mampu menghantarkan sperma sampai ke penis. Kemampuan untuk mempertahankan ereksi, kemampuan untuk mencapai ejakulasi agar sperma dapat dikeluarkan ke dalam liang senggama
Infertilitas adalah suatu kondisi dimana suami istri belum mampu mempunyai anak walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.
Seorang perempuan seringkali diopinikan sebagai faktor utama penyebab kegagalan menghasilkan anak (reproduksi). Pendapat itu tidak beralasan sebab gangguan ketidak suburan pada seorang perempuan bukanlah penyebab utama. Gangguan infertilisasi pada pasangan inferitil, sekitar 40 % adalah perempuan dan 40% laki-laki. Sisanya 20%, karena kedua pasangan atau penyebabnya belum diketahui.
Akan tetapi, sistem reproduksi wanita sering dianggap sebagai sebuah sistem yang lebih komplek daripada sistem reproduksi pria. Hal tersebut terjadi karena hampir seluruh sistem reproduksi manusia terjadi dalam sistem reproduksi wanita. Dalam perkembangan ilmu kedokteran sudah banyak cara yang dapat dilakukan oleh seorang pasangan yang tidak mempunyai pasangan suami istri untuk mendapatkan keturunan di dalam ikatan perkawinan.
Seperti hanya dengan melakukan general check up kepada kedua pasangan agar diketahui penyebab terjadinya infertilisasi. Setelah diketahui maka cara yang dapat dipilih adalah dengan melakukan terapi kesuburan, inseminasi buatan, bayi tabung, dan yang terbaru adalah dengan melakukan kloning. Cara itu semua menjadi sebuah pilihan yang bisa menjadikan sebuah solusi untuk mereka.
Dengan banyaknya solusi yang diberikan oleh ilmu kedokteran untuk dapat memperoleh keturunan, pada satu sisi adanya penemuan medis tentang upaya menghasilkan anak (reproduksi) dengan melakukan kloning merupakan prestasi yang patut disukuri dan terus dikembangkan. Tetapi pada sisi lain menimbulkan persoalan baru karena ini berkaitan dengan bagaimana status anak yang dihasisilkan dari proses kloning tersebut.